Penolak Cuci Darah
Hariyati syok mendengar vonis gagal ginjal. Ternyata itulah jawaban atas segala penderitaan
selama bertahun-tahun. Ia kerap merasa pinggang sebelah kiri pegal dan
panas. Ketika berkemih, air urine berwarna merah keruh seperi air bekas
cucian daging. Selain itu perempuan 30 tahun itu juga kerap terserang
demam.
Puncaknya terjadi pada pertengahan
Desember 2008, ia muntah terus-menerus selama 3 pekan. ‘Saat itu mencium
bau tak sedap perut saya langsung muntah,’ kata ibu 2 anak itu. Kondisi
Hariyati saat itu mengenaskan: muka pucat dan letih. Mendapat kabar
itu, sang suami, Suwarso, yang saat itu tengah menambang emas di
Sumatera bergegas pulang ke Desa Keben, Kecamatan Tambakreno, Kabupaten
Pati, Jawa Tengah.
Gagal ginjal
Suwarso langsung membawa Hariyati ke
sebuah rumahsakit di Pati. Hariyati segera menjalani pemeriksaan
laboratorium. Hasilnya sungguh mencengangkan: kadar ureum 420,15 mg/dl,
kadar kreatinin 22,93 mg/dl, dan kadar asam urat
12 mg/dl. Kadar normal untuk ketiga indikator fungsi ginjal itu
berturut-turut adalah 10-50 mg/dl, 0,6-1,1 mg/dl, dan 2,3-6,1 mg/dl.
Hasil laboratorium itu menunjukkan bahwa
buah pinggang Hariyati tak mampu melakukan fungsinya alias gagal
ginjal. Dampaknya zat-zat yang seharusnya dikeluarkan melalui ginjal,
menumpuk dalam darah. Menurut dr Luluk Zulfa Agustina di Pati, nefron
dalam ginjal berfungsi menyaring dan mengeluarkan racun dari tubuh.
Fungsi nefron lain adalah menyerap kembali zat-zat yang diperlukan
tubuh.
Kadar ureum dan kreatinin yang melonjak
melebihi ambang normal menurut alumnus Fakultas Kedokteran Universitas
Islam Sultan Agung, Semarang, itu akibat terjadinya penurunan fungsi
ginjal. Ginjal gagal menyaring dan membuang zat-zat itu melalui urine
sehingga menumpuk dan meningkat dalam darah. ‘Peningkatan kreatinin
lebih dari normal, maka fungsi ginjal menurun sampai 30%,’ tutur Luluk.
Turun cepat
Untuk mengatasi gagal ginjal itu dokter
menawarkan 2 opsi, yakni menjalani operasi atau hemodialisis alias cuci
darah. Hariyati dilematis. Sebab, biaya sekali hemodialisis Rp700.000,
relatif mahal baginya. Frekuensi cuci darah sekali sepekan. Menjalani
operasi juga menakutkan. Ia lebih memilih konsumsi obat selama sepekan
opname di rumahsakit.
Seorang teman, Hesti Kartika Sari,
menyarankan untuk mengkonsumsi ekstrak teripang (jelly gamat). Ingin kondisinya
membaik, Hariyati pun rutin mengkonsumsi 2 sendok makan ekstrak teripang
satu kali sehari dan 5 tablet spirulina 2 kali sehari. Sepekan
berselang ia merasa badan segar dan lebih bertenaga. Kondisi yang terus
membaik itu mendorong Hariyati memeriksakan diri ke dokter. Pada 13
Maret 2009-persis sebulan mengkonsumsi teripang dan spirulina-ia
mengecek kesehatan ke sebuah klinik di Pati. Hasilnya kadar ureum turun
menjadi 36 mg/dl dan kreatinin 1,25 mg/dl.
Pemeriksaan terakhir pada 6 April 2009,
kadar ureum 21,1 mg/dl, kadar kreatinin 1,27, dan asam urat 4 mg/dl.
Artinya ginjal Hariyati kembali berfungsi alias sembuh gagal ginjal.
Untuk menjaga kesehatan, ia tetap mengkonsumsi 1 sendok makan ekstrak
teripang per hari.
Regenerasi
Mengapa ginjal Hariyati membaik? Menurut
dr Muhammad Wahib Hasyim di Pati, kandungan protein ekstrak teripang
sangat lengkap sehingga membantu regenerasi sel-sel ginjal yang rusak.
Sementara dalam spirulina terdapat fikosianin yang berperan sebagai
antioksidan dan bersifat renoprotektor alias pelindung ginjal.
Kemampuan teripang memperbaiki jaringan rusak ditandai oleh nilai EPA alias ecosapentaenat 25,69% dan DHA asam docosahexaenat 3,69%. Senyawa-senyawa itulah yang membantu ginjal Haryati kembali berfungsi normal. (Faiz Yajri)
Sumber: Majalah Trubus Edisi Sabtu, Agustus 01, 2009